Daerah

Tak Pahami Beda Izin, Milkindo Diduga Salah Gunakan Dokumen “Pengusahaan Air”

128
×

Tak Pahami Beda Izin, Milkindo Diduga Salah Gunakan Dokumen “Pengusahaan Air”

Share this article
Taslim Pua Gading, S.H., M.H., dari Forum Analisa Hukum Kebijakan Publik (FAHKP), menyoroti potensi kesalahan administratif dalam izin pengusahaan air yang dimiliki CV. Milkindo Berkah Abadi. (Foto: Sudutkota.id/ris)

Sudutkota.id – Polemik muncul terkait izin penggunaan air oleh CV. Milkindo Berkah Abadi, perusahaan yang bergerak di bidang wisata edukasi dan produksi susu steril di Kepanjen, Kabupaten Malang. Yati, staf CV. Milkindo, mengaku perusahaan telah memiliki izin resmi terkait sumur bor yang digunakan untuk kegiatan usaha.

“Kalau kita sudah ada izinnya, Pak. Kita punya SIPA, dan itu sudah diperpanjang tahun kemarin,” ujarnya menegaskan sambil menunjukkan kelengkapan dokumen yang dimiliki. Kamis (30/10/25).

Namun saat ditanya lebih lanjut mengenai jenis izin yang dimaksud, Yati tampak kurang memahami perbedaan antara izin pengusahaan air dan izin penggunaan air.

“Kalau tidak salah, izinnya itu perpanjangan setiap tiga atau lima tahun sekali. Kalau dibutuhkan, nanti bisa saya tunjukkan file-nya,” tuturnya dengan nada ragu. Pernyataan tersebut kemudian menimbulkan dugaan bahwa perusahaan belum memahami secara utuh regulasi yang mengatur dua jenis izin tersebut.

Menanggapi hal itu, Taslim Pua Gading, S.H., M.H., dari Forum Analisa Hukum Kebijakan Publik (FAHKP), memberikan penjelasan hukum yang cukup menohok. Ia menyebut bahwa berdasarkan kajian undang-undang, izin yang dimiliki CV. Milkindo kemungkinan besar tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Perusahaan seperti Milkindo seharusnya memegang Izin Penggunaan Air, bukan Izin Pengusahaan Air,” tegas Gading.

Menurutnya, pengusahaan air hanya boleh dilakukan oleh BUMN atau BUMD untuk kepentingan umum seperti penyediaan air minum oleh PDAM. Sedangkan pihak swasta atau perorangan hanya bisa memperoleh izin penggunaan air, yaitu izin untuk memakai air bagi kegiatan usahanya sendiri.

“Dalam konteks ini, Milkindo tidak menjual air, tapi menggunakan air untuk produksi dan wisata. Jadi izinnya seharusnya izin penggunaan, bukan pengusahaan,” jelasnya dengan tegas.

Gading menilai kesalahan ini bukan hanya soal istilah, tetapi bisa berimplikasi hukum apabila tidak segera diperbaiki.

“Kalau nomenklatur izinnya tetap ‘pengusahaan air’, maka secara hukum izin itu tidak sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2019 dan dapat dinilai cacat administratif,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa hal ini bisa menjadi persoalan serius bila terjadi pemeriksaan atau audit dari instansi pemerintah.

FAHKP dalam analisisnya merekomendasikan agar CV. Milkindo segera mengajukan penyesuaian izin kepada Dinas PUPR atau Dinas ESDM Kabupaten Malang.

“Langkah ini penting agar izin perusahaan memiliki kekuatan hukum penuh dan tidak menjadi objek sengketa administrasi di kemudian hari,” tutur Gading menambahkan dengan nada serius.

Ia pun berharap agar kejadian seperti ini menjadi pelajaran bagi pelaku usaha lainnya untuk lebih memahami regulasi yang mengatur sumber daya air.
“Ketidaktahuan bukan alasan hukum. Semua pelaku usaha wajib menyesuaikan diri dengan aturan yang baru,” pungkasnya dengan tegas. Kamis (6/11/25)

Sementara itu, tim Sudutkota.id telah mencoba melakukan konfirmasi ke Bidang Sumber Daya Air (SDA) terkait izin yang dimaksud. Namun hingga berita ini diterbitkan, pimpinan dan para kepala bidang tidak berada di tempat, sehingga belum dapat memberikan keterangan resmi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *