Sidang Lanjutan Perkara Pembunuhan di Pakis, Terdakwa Ajukan Eksepsi dan Minta Dibebaskan

0
Dua terdakwa kasus pembunuhan di Pakis, Kabupaten Malang saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kepanjen. (Mt)
Advertisement

Sudutkota.id – Sidang kasus perampokan berujung pembunuhan di Jalan Anggodo, Dusun Mendit Timur, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Senin (29/7/2024) kemarin.

Dalam sidang kali ini, dua terdakwa, yakni M Wakhid Hasyim Afandi (29) dan M Iqbal Faisal Amir (28) mengajukan nota keberatan (eksepsi).

Mereka meminta hakim memberi putusan sela bebas karena menilai penyidikan kasus tersebut cacat hukum.

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum terdakwa yang dipimpin Henru Purnomo SH MH menyoroti beberapa hal, antara lain, proses penyidikan perkara, pemberian hak terdakwa untuk mendapatkan pendampingan hukum secara prodeo, rekonstruksi dan pengambilan sampel darah serta proses ujinya.

Henru mengatakan, selama proses penyidikan di Polsek Pakis, dua terdakwa tidak didampingi advokat. Hal tersebut dinilai melanggar pasal 56 ayat 1 KUHAP.

Mereka menyebut pada tanggal 31 Maret 2024 sekitar pukul 23.00, kedua tersangka disidik tanpa didampingi kuasa hukum.

“Ada dugaan penganiayaan dan arahan dari penyidik untuk membuat suatu pengakuan perbuatan. Karena takut akan penyiksaan itu terjadi lagi, akhirnya mereka mengaku sesuai arahan penyidik,” kata Henru.

Henru juga menyinggung soal adanya dugaan tanda tangan penasihat hukum dengan nama Ahmad Hadi Puspito SH dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Namun menurut Henru, kliennya tidak mengetahui jika bagian tersebut sudah ditanda tangani. Bahkan sosok itu tidak ada ketika para terdakwa menandatangani BAP.

“Jadi klien kami tidak diperiksa dalam satu ruangan. Tapi dalam berita acara disebutkan jika Hadi mendampingi keduanya bersamaan,” sebut Henru. .

Ia juga menyebut soal rekonstruksi kejadian yang dilakukan pada 31 Juli 2024 di Polsek Pakis pukul 23.00. Lagi-lagi, kata Henru, tanpa didampingi penasihat hukum.

“Pada waktu yang sama dengan rekonstruksi, Wakhid sedang disidik,” ujar dia.

Ditambahkan Hanru, seharusnya rekonstruksi dan penyidikan itu waktunya tidak sama. Dia juga menyinggung soal pengambilan sampel darah pada 25 April 2024.

“Karena tidak didampingi kuasa hukum, patut diduga telah terjadi pemaksaan, yang dibuktikan dengan tidak ada tanda tangan persetujuan para tersangka,” ucapnya.

Pengujian darah dan DNA tersebut juga tidak dilakukan di Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jatim, tapi lembaga penelitian penyakit tropis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Hasilnya keluar pada tanggal 8 Mei 2024, baru diambil penyidik 14 Mei 2024.

“Atas hal-hal tersebut, tim penasihat hukum terdakwa meminta hakim membebaskan kedua terdakwa dalam putusan sela,” pungkasnya.

Sementara Itu, kuasa hukum korban, Lydia Retnani SH, menyebut bahwa apa yang disampaikan kuasa hukum terdakwa adalah materi praperadilan.

“Sangat disayangkan juga jika bukti dari eksepsi itu tidak disertakan tadi. Tapi kami harap kasus ini jadi terang benderang,” ujarnya.

Namun, terkait kejanggalan saat penyidikan, Lydia tidak berkomentar banyak.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Anjar Rudi Admoko SH MH, tidak menanggapi banyak setelah pembacaan eksepsi tersebut.

“Kami akan berikan tanggapan tertulis pada sidang berikutnya dua pekan lagi, yakni tanggapan eksepsi dari jaksa pada tanggal 12 Agustus 2024,” jawabnya singkat. (Mt)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here