Sudutkota.id – DPRD Kota Malang kembali menggelar Rapat Paripurna tentang pendapat akhir fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Malang 2026 di Ruang Sidang Paripurna DPRD, Rabu (27/11/2025).
Rapat kali ini berlangsung dengan nuansa kritis. Pasalnya, fraksi besar, yakni PDI Perjuangan, PKB, dan PKS, menyampaikan catatan keras terkait perencanaan, efektivitas anggaran, serta kekosongan jabatan yang masih membayangi birokrasi Pemkot Malang.
Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, Harvard Kurniawan, menekankan bahwa penyusunan RAPBD 2026 harus mengedepankan kehati-hatian dan akurasi data. PDIP menilai sejumlah target pendapatan dipatok terlalu tinggi tanpa strategi pemenuhan yang realistis, sehingga berpotensi menimbulkan defisit kinerja OPD.
Harvard menegaskan bahwa APBD wajib memprioritaskan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, pengentasan kemiskinan, serta pelayanan publik yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Banyak pos belanja dianggap belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan riil warga di tingkat akar rumput.
“APBD bukan hanya soal besarnya angka serapan. Ia harus menjadi instrumen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Setiap OPD wajib memastikan efektivitas, bukan sekadar formalitas laporan,” ujar Harvard.
Selain itu, PDIP meminta evaluasi menyeluruh terhadap program yang realisasinya rendah. Kinerja OPD dinilai belum solid jika anggaran yang diajukan tiap tahun tidak mampu dijalankan secara optimal. Meski demikian, PDIP tetap menyetujui RAPBD untuk ditetapkan sebagai Perda dengan sejumlah catatan wajib.
Demikian juga Fraksi PKB, melalui juru bicara Arif Wahyudi memberikan catatan kritis terkait lemahnya perencanaan OPD dan persoalan struktural Pemkot yang belum terselesaikan, terutama kekosongan jabatan di tingkat kota maupun kelurahan.
Arif menegaskan bahwa kekosongan posisi strategis membuat pelayanan publik mengalami stagnasi. Program-program pemerintahan berjalan tidak maksimal karena banyak OPD bekerja dengan struktur yang tidak lengkap.
“Tidak mungkin pelayanan publik optimal jika perangkat birokrasi tidak lengkap. Pemkot harus segera menyelesaikan urusan kekosongan jabatan, karena dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” tegas Arif.
Fraksi PKB juga menyoroti masih banyak potensi pendapatan daerah yang belum digarap dengan serius, mulai dari pemanfaatan aset, retribusi, hingga optimalisasi kerja sama dengan sektor swasta. PKB meminta OPD bekerja lebih terukur, memiliki indikator capaian yang jelas, serta menyiapkan perencanaan yang berbasis kebutuhan riil.
Meski memberikan banyak catatan, PKB tetap menerima RAPBD 2026 dengan syarat pengawasan diperketat dan laporan evaluasi dilakukan secara berkala.
Fraksi PKS melalui juru bicaranya, Ahdiyat Sabril Ulum, menekankan bahwa APBD harus benar-benar berpihak pada masyarakat dan tidak sekadar mengulang pola lama yang kurang efektif. PKS menyoroti sejumlah program yang dinilai tidak memiliki ukuran keberhasilan yang jelas, sementara persoalan mendasar seperti banjir, sampah, layanan sosial, infrastruktur lingkungan, hingga transportasi justru belum memperoleh porsi anggaran yang memadai.
“Keberpihakan pemerintah harus terlihat dalam angka anggaran. Jika program tidak langsung berdampak pada masyarakat, Pemkot harus berani menggeser anggaran ke sektor yang lebih mendesak,” tegas Ahdiyat.
PKS juga menekankan pentingnya transparansi penuh, termasuk pembukaan data perencanaan, indikator, dan capaian kinerja kepada publik. Menurut fraksi, akuntabilitas anggaran adalah fondasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Selain menyoroti teknis belanja dan kualitas layanan dasar, PKS juga meminta pemerintah memperkuat pengawasan pekerjaan fisik setelah banyak laporan warga terkait pengerjaan infrastruktur, khususnya drainase, yang tidak sesuai spesifikasi.
PKS tetap menyetujui RAPBD 2026 untuk disahkan, namun memberikan catatan tegas agar pemerintah menjalankan seluruh rekomendasi fraksi secara konsisten.




















