Sudutkota.id– Rusia secara resmi mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan setelah menerima surat kepercayaan dari duta besar baru yang ditunjuk Kabul. Langkah ini menjadikan Rusia sebagai negara pertama yang secara terbuka mengakui legitimasi pemerintahan Taliban sejak kelompok itu merebut kekuasaan pada Agustus 2021.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan kesiapan untuk memperkuat kerja sama bilateral, khususnya dalam bidang keamanan, antiterorisme, dan pemberantasan narkoba.
“Kami yakin bahwa pengakuan resmi terhadap Emirat Islam Afghanistan akan mendorong kemitraan yang produktif antara kedua negara,” ujar perwakilan kementerian.
Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi menyambut baik keputusan tersebut dan menyebutnya sebagai langkah berani yang diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain.
“Kami menghargai langkah berani yang diambil oleh Rusia, dan, jika Tuhan berkehendak, ini akan menjadi contoh bagi negara lain juga,” terangnya seperti dikutip dari Reuters pada Jum’at (04/07).
Hingga kini, belum ada negara lain yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban, meskipun sejumlah negara seperti Tiongkok, Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Uzbekistan telah mengirimkan duta besar mereka ke Kabul.
Pengakuan Rusia menandai titik balik penting bagi Taliban dalam upaya mengakhiri isolasi internasionalnya. Namun, langkah ini juga diperkirakan akan menjadi sorotan tajam dari Amerika Serikat, yang masih membekukan aset bank sentral Afghanistan dan menerapkan sanksi terhadap sejumlah pemimpin Taliban.
Moskow sebelumnya memasukkan Taliban sebagai organisasi teroris pada 2003, namun mencabut status tersebut pada April 2025. Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Rusia dan Taliban kian erat, termasuk kerja sama perdagangan energi dan pangan.
Serangan teror di Moskow pada Maret lalu yang menewaskan 149 orang, dan dikaitkan dengan kelompok ISIS Khorasan (ISIS-K) di Afghanistan menjadi salah satu latar belakang penting bagi Rusia dalam mempererat kerja sama keamanan dengan Taliban. Taliban sendiri menyatakan komitmen mereka untuk memerangi ISIS di wilayah Afghanistan.
Kendati demikian, pengakuan resmi dari dunia internasional terhadap Taliban masih terbentur isu hak asasi manusia, terutama hak perempuan. Taliban hingga kini masih memberlakukan larangan terhadap pendidikan dan mobilitas perempuan tanpa pendamping laki-laki, dengan dalih penafsiran ketat atas hukum Islam.
Sebagai informasi, Rusia memiliki sejarah panjang dan rumit di Afghanistan. Uni Soviet pernah menginvasi negara itu pada 1979 untuk mendukung rezim Komunis, namun akhirnya menarik diri satu dekade kemudian setelah kehilangan sekitar 15.000 tentaranya dalam perang melawan kelompok mujahidin yang didukung Amerika Serikat. Kini, lebih dari tiga dekade kemudian, Rusia kembali memainkan peran strategis di Afghanistan, namun dengan pendekatan yang sangat berbeda. (kae)