Religi

Ramai Makam Keramat di Bulan Suro, Warga Pertanyakan Keaslian Situs di Malang Selatan

8
×

Ramai Makam Keramat di Bulan Suro, Warga Pertanyakan Keaslian Situs di Malang Selatan

Share this article
Rofi saat menunjukan situs makam Ki Ageng Gribig. (Foto: Agus D/ Sudutkota.id)

Sudutkota.id – Menjelang dan selama bulan Suro, sejumlah kawasan di Malang Selatan, termasuk di sekitar Gunung Kawi dan Pakisaji, ramai dikunjungi peziarah. Namun, di balik meningkatnya aktivitas spiritual itu, muncul pertanyaan dari sejumlah warga dan tokoh masyarakat soal keaslian situs-situs makam yang dianggap keramat.

Salah satunya disampaikan oleh Dony mahasiswa asal Pakisaji, yang menyoroti maraknya makam baru yang tiba-tiba dianggap sakral oleh masyarakat tanpa dasar sejarah yang jelas.

“Kalau kita lihat di sekitar Gunung Kawi dan Pakisaji, banyak tempat yang sekarang disebut makam keramat. Tapi setelah ditelusuri, ternyata hanya pohon tua yang diberi batu nisan, lalu dianggap tempat keramat. Ini kan perlu diklarifikasi,” ujar Dony Minggu (6/7/2025).

Menurutnya, masyarakat perlu dibekali pemahaman sejarah agar tidak terjebak dalam kultus yang tidak berdasar. Sebab, fenomena ‘makam dadakan’ ini kerap muncul menjelang bulan Suro, yang memang menjadi puncak aktivitas ziarah dan ritual di sejumlah daerah di Jawa Timur.

Baca Juga :  Polresta Malang Kota Gelar Saur On The Road Setiap Hari Bersama Mahasiswa

Dony juga mengajak pihak-pihak berwenang, termasuk sejarawan dan balai pelestarian budaya, untuk turun langsung menelusuri riwayat situs-situs yang ada.

“Kalau ini situs sejarah, tentu ada rujukan lisan atau tulisan. Setidaknya ada konsistensi dalam cerita turun-temurun. Tapi kalau tiba-tiba muncul, lalu langsung ada kotak amal, spanduk ziarah, dan semacamnya, masyarakat perlu waspada,” tambahnya.

Ismail Lutfi, sejarawan yang mendalami historiografi tokoh-tokoh lokal mencatat bahwa kawasan Malang Selatan memang kaya situs peninggalan masa Islam awal, era Mataram Islam, hingga periode kolonial. Namun, menurut mereka, tidak semua lokasi yang saat ini dianggap keramat memiliki bukti kuat secara arkeologis maupun historis.

Tipologi makam juga jadi indikator penting. Makam asli dari masa Demak, Mataram, atau era kuno biasanya memiliki bentuk jirat, orientasi arah, dan bahan batu yang khas. Sebaliknya, makam yang baru muncul beberapa dekade terakhir dengan struktur yang tidak sesuai pola lama patut dipertanyakan keasliannya

Baca Juga :  Zakir Naik Mengaku Sebagai "Ekstremis Muslim" dalam Obrolan Bersama Dokter Richard Lee

Fenomena ini pun bersinggungan dengan aspek ekonomi dan budaya. Beberapa pihak memanfaatkan citra keramat untuk mendatangkan peziarah demi keuntungan ekonomi. Hal ini dikhawatirkan bisa merusak makna asli dari tradisi ziarah maupun warisan sejarah yang sesungguhnya.

“Tradisi ziarah itu sah dan bagian dari budaya Jawa. Tapi kalau sampai sejarahnya dimanipulasi, yang rugi ya masyarakat sendiri. Kita kehilangan jejak sejarah yang benar,” ujar Ismail.

Sejumlah warga dan tokoh masyarakat kini mendesak adanya penelitian terbuka terhadap situs-situs keramat baru yang muncul belakangan. Mereka juga berharap pemerintah dan media dapat membantu memberikan literasi sejarah agar masyarakat bisa membedakan antara situs otentik dan rekayasa budaya.

“Karena ketika sejarah dimanipulasi, maka generasi mendatang hanya akan mewarisi mitos tanpa dasar, bukan kebijaksanaan dari leluhur.” pungkasnya. (mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *