Sudutkota.id – Sebuah pameran unik bertema Kawero Keris Nusantara digelar di kawasan Gunung Kawi, Wonosari, Kabupaten Malang. Pameran ini menjadi ruang refleksi mendalam tentang makna dan nilai budaya keris yang kini mulai tergerus zaman. Sang penggagas, Raden Prabu Sastro, menyebut kegiatan ini sebagai upaya menyampaikan ilmu dan filosofi keris kepada generasi muda.
“Saya ingin anak-anak muda tahu bahwa keris bukan benda mistis, tapi simbol pengetahuan dan filosofi kehidupan,” ujarnya.
Melalui tema Kawero, Raden Prabu ingin memperkenalkan ilmu perkerisan secara lebih mendalam. Menurutnya, kawero adalah istilah yang menggambarkan pengetahuan atau tata cara memahami keris sebagai warisan budaya.
“Kawero itu ilmu tentang bagaimana memahami dapur, pamor, hingga falsafah dalam sebilah keris,” katanya.
Ia mencontohkan filosofi dari keris Brojol, yang dalam tradisi Jawa diyakini membawa kelancaran rezeki. Pamor keris dengan motif penuh disebut sebagai perlambang dari semangat mencari nafkah dan keberkahan hidup.
“Keris Brojol itu simbol motivasi, supaya manusia semangat menafkahi keluarga dan berbuat baik di masyarakat,” terang Sastro.
Raden Prabu juga menyoroti pentingnya mengubah stigma negatif terhadap keris. Dalam narasi modern, keris sering dianggap menyimpan kekuatan gaib. Ia membantah keras pandangan itu dan mengaitkannya dengan proses fisik serta ilmiah pembuatan keris.
“Keris itu bukan mistis, tapi sinergi dari tujuh logam yang ditempa menjadi satu. Itu ion, energi positif, bukan jin,” tegasnya.
Ia bahkan menyandingkan keris sebagai bentuk kecanggihan teknologi di masa lalu. Jika kini manusia mengandalkan teknologi digital dan komputer, maka masyarakat Jawa kuno mengasah batin dan rasa untuk menciptakan karya adiluhung seperti keris.
“Dulu, 75 persen pakai rasa dan batin. Sekarang, semuanya pakai akal dan logika. Kita kebalik sekarang,” katanya.
Dipilihnya Gunung Gawi sebagai lokasi pameran juga bukan tanpa alasan. Selain kental dengan nilai spiritual, tempat ini sekaligus meluruskan stigma keliru tentang pesugihan yang melekat di wilayah tersebut.
“Tempat ini dulunya dipilih sebagai makam seorang alim ulama, Panembahan Kyai Zakaria II, oleh Eyang RM Imam Soedjono, yang memilih Gunung Kawi sebagai tempat peristirahatan terakhir dua bangsawan Keraton Yogyakarta tersebut,” ungkapnya.
Dengan pameran ini, Raden Prabu berharap masyarakat dapat lebih menghargai warisan budaya, sekaligus menepis mitos negatif tentang keris dan lokasi-lokasi bersejarah.
“Saya ingin keris dilihat sebagai simbol ilmu dan peradaban, bukan lagi sebagai benda angker atau pusaka mistis,” pungkasnya.
(ris)