Sudutkota.id- Badan cuaca PBB, World Meteorogical Organization (WMO) mengungkapkan suhu rata-rata di bumi mencapai tingkat tertinggi dalam 174 tahun pencatatan dengan selisih yang jelas pada tahun 2023
WMO menyuarakan peringatan keras kepada dunia. Rekor besar iklim global dipecahkan tahun lalu, dan 2024 ini bisa jadi lebih buruk lagi,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo, dalam laporan tahunan Keadaan Iklim Global yang dikutip dari reuters
Suhu panas bumi mencapai 1,45 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Suhu lautan juga mencapai suhu terpanas dalam data 65 tahun terakhir dengan lebih dari 90% lautan mengalami kondisi gelombang panas sepanjang tahun, sehingga bisa membahayakan sistem pangan.
Perubahan iklim, yang dipicu oleh pembakaran bahan bakar fosil, ditambah dengan munculnya pola iklim alami El Nino, mendorong dunia mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023.
“Apa yang kita saksikan pada tahun 2023, terutama dengan pemanasan laut yang belum pernah terjadi sebelumnya, penyusutan gletser, dan hilangnya es laut Antartika, menimbulkan kekhawatiran khusus.” beber Saulo
Dia kemudian mengatakan bahwa panas laut sangat memprihatinkan karena “hampir tidak dapat diubah”, dan mungkin memerlukan waktu ribuan tahun untuk membalikkan keadaan.
“Trennya sungguh sangat mengkhawatirkan karena karakteristik air yang menyimpan kandungan panas lebih lama dibandingkan atmosfer,” jelasnya.
Sementara itu, kepala pemantauan iklim WMO, Omar Baddour, mengatakan bahwa ada “kemungkinan besar” bahwa tahun 2024 akan mencatat rekor panas baru, dan mengatakan bahwa tahun setelah El Nino biasanya masih lebih hangat.
Laporan hari Selasa (19/3) menunjukkan penurunan besar es laut Antartika, dengan tingkat puncaknya mencapai 1 juta km2 di bawah rekor sebelumnya, suatu wilayah yang kira-kira setara dengan luas Mesir.
Panas lautan terkonsentrasi di Atlantik Utara dengan suhu rata-rata 3 derajat Celcius di atas rata-rata pada akhir tahun 2023. Suhu laut yang lebih hangat mempengaruhi ekosistem laut yang rentan, dan banyak spesies ikan telah melarikan diri ke utara dari kawasan ini untuk mencari suhu yang lebih dingin .
“Tren tersebut, ditambah dengan pemanasan laut yang menyebabkan air meluas, telah berkontribusi terhadap peningkatan dua kali lipat laju kenaikan permukaan laut selama dekade terakhir dibandingkan dengan periode 1993-2002,” tandas Baddour. (Ka)