Daerah

Nyadran: Tradisi Warga Dusun Robyong yang Dihidupkan Kembali untuk Sambut Tahun Baru Islam

304
×

Nyadran: Tradisi Warga Dusun Robyong yang Dihidupkan Kembali untuk Sambut Tahun Baru Islam

Share this article
Kegiatan ini menjadi simbol kekompakan warga dalam menjaga tradisi dan mendoakan para leluhur.
Para tokoh dan penyelenggara Nyadran Dusun Robyong berfoto bersama di area makam desa seusai prosesi doa bersama dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1447 H. (Foto: Hid/ Sudutkota.id)

Sudutkota.id – Di tengah derasnya arus budaya modern, warga Dusun Robyong, Desa Wonomulyo, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, kembali menghidupkan tradisi Nyadran. Tradisi ini merupakan kegiatan doa bersama untuk para leluhur yang telah wafat, dilakukan dengan cara berziarah massal ke makam keluarga.

Kegiatan Nyadran ini menjadi bagian dari rangkaian penyambutan Tahun Baru Islam 1447 Hijriah yang jatuh pada 1 Muharram atau bertepatan dengan tanggal 29 Juni 2025. Dalam penanggalan Jawa, momen ini juga menandai datangnya Bulan Suro, bulan yang penuh makna spiritual.

Slamet, tokoh masyarakat Robyong, menjelaskan bahwa sebelum pelaksanaan Nyadran, panitia bersama warga telah bergotong-royong membersihkan area makam dan menyiapkan berbagai fasilitas seperti tempat parkir, sumber air bersih, lampu penerangan, dan sistem suara. “Semua disiapkan agar prosesi Nyadran berjalan lancar dan nyaman,” ujarnya kepada Sudutkota.id.

Usai Salat Isya, ratusan warga berdatangan ke makam Robyong bersama keluarga. Mereka membawa tikar, buku Yasin, dan bunga untuk ditaburkan di pusara orang tua dan leluhur masing-masing. Setibanya di lokasi, panitia mempersilakan mereka duduk menghadap ke arah makam.

Sebelum doa dimulai, warga mendengarkan ceramah singkat dari tokoh agama dan masyarakat yang menjelaskan makna serta pentingnya melestarikan tradisi Nyadran. Dalam sambutannya, para tokoh mengajak warga untuk senantiasa mengenang jasa dan perjuangan para pendahulu sebagai teladan hidup.

Dari pantauan Sudutkota.id, suasana haru menyelimuti prosesi. Beberapa warga tampak terisak saat doa-doa dilantunkan di atas makam orang tua mereka. Malam itu, makam Robyong tidak lagi terasa angker, melainkan berubah menjadi ruang spiritual penuh kekhusyukan. Warga melantunkan Surah Yasin dan tahlil secara berjemaah, dipandu oleh tokoh agama setempat.

Menambah kekhusyukan, panitia membakar kayu gaharu yang menguar harum di area makam seluas dua hektare itu. Doa penutup pun dipanjatkan, memohon ampunan bagi arwah para leluhur serta keselamatan bagi seluruh warga Dusun Robyong.

Prosesi Nyadran berlangsung tertib. Usai acara, warga berbaris meninggalkan area makam melalui jalan setapak yang telah nyaman dilalui. Beberapa warga tampak mencuci tangan dan kaki di sumber air dekat gerbang makam.

Kenyamanan dalam prosesi ini tak lepas dari upaya para sesepuh kampung yang sejak tahun 2019 telah memperbaiki fasilitas makam. Hal ini disampaikan oleh Sumito, mantan Kepala Dusun Robyong. “Saat saya masih menjabat, Pak Kushudi dan Tim Tujuh melakukan pavingisasi area parkir, membangun jalan, musala, serta pengadaan air dan pagar keliling. Semua agar peziarah merasa nyaman,” ungkapnya.

Acara ini juga menarik perhatian para tamu dari luar daerah. Hani, mahasiswi Universitas Brawijaya yang tengah menjalani KKN di Desa Wonomulyo, mengaku terkesan dengan tradisi ini. “Kami sangat tertarik. Tradisi Nyadran ini sarat nilai positif karena mendoakan orang tua dan leluhur bersama-sama. Tidak semua desa memiliki tradisi seperti ini,” ujarnya.

Kepala Desa Wonomulyo, Teknu, turut hadir dan mengapresiasi kekompakan warga Robyong dalam menjaga kearifan lokal. “Saya berterima kasih kepada seluruh warga Robyong, dari anak-anak hingga orang tua, yang antusias melestarikan tradisi ini. Semoga bisa menginspirasi dusun-dusun lainnya,” katanya. (hid)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *