Sudutkota.id – Industri susu nasional mendapat angin segar dengan diluncurkannya U.S. Indonesia Dairy Partnership (USIDP), sebuah program kemitraan strategis yang kini berekspansi ke Jawa Timur. Peluncuran ini menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat kapasitas peternak lokal dan mengurangi ketergantungan impor susu yang saat ini mencapai 80 persen.
Acara yang digelar di Grand Mercure Malang Mirama, Selasa (23/7/2025), secara resmi meluncurkan program melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Seminar Internasional bertajuk Indonesia Dairy Farming Scale-Up Strategy.
Inisiatif ini merupakan kolaborasi antara U.S. Dairy Export Council (USDEC), New Mexico Department of Agriculture (NMDA), dan New Mexico State University (NMSU), yang diorganisir oleh DairyPro Indonesia serta menggandeng Universitas Brawijaya (UB) sebagai mitra akademis utama.
Penandatanganan MoU dilakukan antara USDEC dan Universitas Brawijaya. Kemitraan ini membuka jalan bagi transfer pengetahuan, teknologi, dan praktik peternakan terbaik dari Amerika Serikat untuk diaplikasikan oleh peternak sapi perah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
Jonathan Gardner, Senior Vice President of Market Access and Regulatory Affairs USDEC, menyatakan antusiasmenya. “Kami sangat antusias membawa program USIDP ke Jawa Timur, salah satu sentra produksi susu di Indonesia. Melalui kemitraan ini, kami berharap dapat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan produktivitas, kualitas, dan keberlanjutan industri susu, serta mendukung pemerintah dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,” ujarnya.
Gardner menegaskan bahwa fokus utama program adalah membantu peternak. “Ini semua tentang membantu para peternak menjadi lebih baik dalam apa yang mereka lakukan. Kami ingin program ini pada akhirnya dapat menyentuh seluruh peternak di Indonesia,” tambahnya.
Dukungan penuh juga datang dari dunia akademis. Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., menyambut baik kerja sama ini. Universitas Brawijaya berkomitmen penuh mendukung pengembangan peternakan sapi perah.
“Kemitraan ini menjadi jembatan penting bagi akademisi, peneliti, dan peternak untuk bersama-sama mendorong kemajuan industri susu nasional,” ungkapnya.
Prof. Widodo menyoroti tantangan besar, yaitu ketergantungan impor yang sangat tinggi. “Kita hanya mampu menyuplai 20 persen kebutuhan nasional. Tanpa usaha strategis, kita tidak bisa memenuhinya,” tegasnya. UB, lanjutnya, menyiapkan dua lokasi riset di dataran tinggi (UB Forest) dan dataran rendah (Jatikerto) untuk mengembangkan adaptasi sapi perah di berbagai kondisi lingkungan.
Pemerintah pusat melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian RI, Dr. Drh. Agung Suganda, M.Si., melihat program ini sebagai langkah strategis. Pihaknya terus mendorong kerja sama pelatihan ini untuk meningkatkan kapasitas peternak agar bisa mengikuti best practice dalam manajemen peternakan, mulai dari nutrisi hingga pemeliharaan.
“Kami menilai program ini sejalan dengan Program Makan Bergizi Gratis yang digagas pemerintah, yang akan menjadi pasar pasti (captive market) bagi susu segar produksi peternak lokal. Susu memiliki nilai nutrisi lengkap yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan fisik dan kecerdasan anak-anak kita menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.
Dengan adanya program USIDP, diharapkan dapat terbentuk wadah konsolidasi bagi peternak rakyat yang lebih kompeten, menarik minat peternak milenial. Program ini diharapkan juga menjadi tonggak baru dalam pembangunan industri persusuan di Indonesia.
Di tingkat provinsi, Kepala Dinas Peternakan (Kadisnak) Jawa Timur, Dr. Ir. Indyah Aryani, MM, menegaskan posisi vital wilayahnya. “Hampir 62 persen populasi sapi perah nasional ada di Jawa Timur, sehingga kami menjadi tumpuan produksi susu. Kami sangat menyambut baik kerja sama ini sebagai pembelajaran bagi peternak kami,”
ujarnya.
Dr. Indyah menambahkan, pihaknya mendorong model kemitraan antara investor dan peternak rakyat untuk meningkatkan skala kepemilikan. Jawa Timur siap menjadi pilot project dan menerima investor dengan fasilitas yang dibutuhkan.
“Kita harus memastikan susu yang dihasilkan memiliki kualitas baik dan memenuhi standar higiene melalui sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV),” tegasnya.
Selain peluncuran, acara ini juga diisi dengan seminar yang menghadirkan para ahli. Prof. Dr. Ir. Tri Eko Susilorini membahas transformasi sistem peternakan, sementara Prof. Dr. Ir. Epi Taufik menyoroti prospek industri susu dalam
mendukung program makan bergizi gratis. Dr. Robert Hagevoort dari NMSU berbagi materi tentang perubahan sistem pendidikan untuk menciptakan peternak progresif.
Turut hadir sebagai pembicara drh. Cecep Muhammad Wahyudin, SH., MH. (Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Peternakan), Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES. (Guru Besar Biologi Molekuler UB), dan Evi Zainal Abidin, B.Comm (Ketua KUTT “Suka Makmur” dan Sekretaris GKSI Jatim). Sebelumnya, telah dilaksanakan pelatihan untuk 40 peternak anggota GKSI (21 Juli) dan pelatihan untuk 20 pelatih (22 Juli) dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang membekali mereka dengan metode pelatihan modern dan aplikatif. (ded)