Pemerintahan

Kekosongan Jabatan dari Kelurahan hingga OPD, DPRD Desak Pemkot Malang Bergerak Cepat

3
×

Kekosongan Jabatan dari Kelurahan hingga OPD, DPRD Desak Pemkot Malang Bergerak Cepat

Share this article
Kekosongan jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang semakin menjadi perhatian publik. Kondisi ini tak hanya terjadi di tingkat kelurahan dan kecamatan, tetapi juga di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan sekolah negeri.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat bersama Ketua DPRD Kota Malang, Amitya Ratnangganing S usai mengikuti Rapat RKPD di Gedung DPRD Kota Malang. (foto: sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Kekosongan jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang semakin menjadi perhatian publik. Kondisi ini tak hanya terjadi di tingkat kelurahan dan kecamatan, tetapi juga di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan sekolah negeri. Dampaknya mulai terasa dalam bentuk lambatnya pelayanan, tersendatnya program, hingga terhambatnya pengambilan kebijakan anggaran.

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mengakui bahwa proses pengisian jabatan belum juga tuntas. Ia menegaskan beberapa posisi masih menunggu mekanisme resmi, termasuk seleksi hingga penerbitan SPK.

“Kita akan lelang. Nanti SPK-nya baru tahun ini dikeluarkan, baru mereka bisa berjalan. Sekarang masih banyak yang belum definitif. Memang masih proses, dan sebagian berkaitan dengan pengambilan kebijakan anggaran,” ujar Wahyu saat diwawancarai Sudutkota. id di Gedung DPRD Kota Malang, Kamis (27/11/2025).

Meski demikian, ia tidak menampik bahwa prosesnya terkesan lambat sehingga menimbulkan pertanyaan dari publik dan DPRD.

“Iya, masih belum definitif. Saya akui prosesnya lama, dan ada tahapan anggaran yang memengaruhi,” ujarnya.

Ketua DPRD Kota Malang, Amitya Ratnanggani S, menilai lambatnya pengisian jabatan justru terjadi di saat beban kerja pemerintah daerah meningkat. Bahkan, menurutnya, kondisi di kelurahan dan kecamatan kini berada pada titik paling mengkhawatirkan dalam satu dekade terakhir.

“Sekarang ini kelurahan dan kecamatan banyak yang ditinggal pensiun. Tapi program yang harus dikerjakan justru makin banyak, dari kota dan pusat. Ini sangat membebani,” tegas Amitya.

Ia menjelaskan bahwa banyaknya pejabat berstatus PLT berimplikasi besar terhadap efektivitas pemerintahan.

“PLT itu kewenangannya terbatas. Tidak bisa mengambil banyak keputusan strategis. Untuk unit kerja yang bebannya besar, seperti kelurahan dan kecamatan, ini sangat menghambat,” jelasnya.

DPRD mengaku sudah berkali-kali mengingatkan BKPSDM agar menjadikan pengisian jabatan sebagai prioritas utama.

“Di 2026, kelurahan dan kecamatan harus siap dengan beban yang lebih besar. SDM harus ditata. Struktur harus lengkap. Sudah kami minta BKPSDM mempercepat ini,” tegas Amitya.

Selain minim SDM, lonjakan jumlah program menjadi tantangan baru bagi pemerintah tingkat bawah. Beberapa urusan seperti Posyandu kini dialihkan menjadi kewenangan kecamatan dan kelurahan.

“Banyak program pusat yang sekarang turun ke kelurahan dan kecamatan. Contohnya Posyandu. Itu semua berarti beban kerja bertambah. Pendataan dari pusat juga semuanya lari ke kelurahan dan kecamatan,” jelas Amitya.

Ironisnya, alokasi anggaran operasional untuk kecamatan–kelurahan belum memadai.

“Kita baru bisa menyisihkan 40–50 persen anggaran operasional. Padahal masyarakat menuntut layanan terus berjalan. Ini harus diperhatikan,” ungkapnya.

Masih kata Amytia, dengan kondisi seperti ini, kekosongan jabatan bukan sekadar masalah administratif, tapi ancaman nyata terhadap kualitas pelayanan publik.

Tidak hanya perangkat daerah, dunia pendidikan juga ikut terdampak. Banyak posisi kepala sekolah SMP negeri hingga jabatan struktural di Dinas Pendidikan masih kosong atau diisi PLT.

“Di sekolah-sekolah itu banyak yang kosong. PLT semua. Ada sertifikasi yang harus dituntaskan, ada aturan pusat, dan itu membuat proses pengisian jabatan tertunda,” tandas Amitya.

Menurutnya, pendidikan justru harus menjadi sektor yang paling stabil dari sisi SDM.

“Kalau kepala sekolah tidak definitif, itu berpengaruh ke manajemen sekolah, program, dan mutu pembelajaran. Ini tidak bisa dibiarkan lama-lama,” tambah Amitya.

Ketika ditanya apakah ada potensi kesengajaan penundaan atau kepentingan tertentu yang menyebabkan proses pengisian jabatan berlarut-larut, Amitya menegaskan tidak melihat hal tersebut.

“Enggak ada apa-apa. Hanya belum jadi prioritas saja,” ujarnya.

Meski demikian, ia menekankan bahwa Pemkot Malang harus menjadikan penataan SDM sebagai agenda prioritas tahun ini.

“SDM harus ditata. Mulai dari perangkat daerah, para dinas, hingga pola sekolah. Jangan sampai PLT terus-terusan. Ini menyangkut pelayanan masyarakat,” tegasnya.

Saat disentuh mengenai opsi lelang jabatan sebagai jalan cepat untuk memastikan kompetensi pejabat, Amitya menyebut bahwa hal tersebut jarang dilakukan di Kota Malang.

“Kalau lelang jabatan itu di Kota Malang jarang. Tidak banyak dilakukan. Tahun 2026 disebut akan penuh beban program baru dari pusat. Namun, fondasinya SDM justru rapuh karena kekosongan jabatan. Ini harus diselesaikan sekarang, bukan nanti.” pungkas Amitya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *