Sudutkota.id- Tren harga beras di beberapa wilayah Indonesia saat ini terus mengalami kenaikan, hingga mencapai Rp 18 ribu per kilogram.
Merespon hal itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menilai penyebab tingginya beras tersebut, selain akibat menurunnya pasokan, juga dipicu oleh distribusi bantuan sosial (Bansos) yang ugal-ugalan oleh pemerintah, yang tidak sesuai jadwal dan peruntukannya.
Pria yang akrab disapa Gus Hilmy itu menyebut, krisis beras sudah terjadi sejak tahun lalu akibat iklim dan masalah pertanian. Kala itu, pemerintah sudah melakukan mitigasi. Namun, mitigasi itu kemudian dirusak atas nama Bansos ketika masa kampanye pada Pemilu 2024.
“Untuk ketahanan pangan kita memang perlu banyak evaluasi, apalagi jika berbicara food estate. Krisis ini sudah terjadi sejak tahun lalu dan pemerintah sudah melakukan mitigasi. Tapi sayangnya, pemerintah ugal-ugalan dalam membagikan Bansos. Akibatnya, stok di gudang Bulog menipis sebelum waktunya,” ungkapnya dalam siaran tertulis, Kamis (22/2/2024).
Gus Hilmy menyebut distribusi Bansos beras reguler seharusnya dilakukan setiap bulan atau maksimal tiga bulan.
“Padahal pas kampanye kemarin, beras sebagai bagian dari bantuan sosial (Bansos) terkesan murah dan mudah didapat, karena dibagi-bagikan kepada semua elemen masyarakat. Aneh juga kalau beras mahal dan langka sesudah Pemilu,” ujarnya.
Kekhawatiran lain yang dirasakan Gus Hilmy adalah tingginya harga beras akan memicu harga-harga lainnya akan melonjak. Hal ini akan semakin membebani masyarakat.
“Tidak menutup kemungkinan, imbas dari tingginya harga beras ini akan merambat ke bahan-bahan yang lain, seperti cabai, bawang, daging, dan lain sebagainya. Akibatnya tentu semakin memberatkan daya beli masyarakat,” tuturnya.
Dari stok beras yang terkuras, Gus Hilmy meminta pemerintah untuk segera melakukan skema mitigasi karena ke depan permintaan akan semakin banyak untuk menghadapi Ramadhan dan lebaran.
“Dari data yang kami peroleh, cadangan Bulog terkuras sebanyak 1,32 juta ton. Ini harus segera diatasi. Jangan sampai nantinya masyarakat dibuat sibuk dengan harga-harga bahan makanan pokok, sehingga mereka terganggu dalam menyambut Ramadhan dan lebaran yang seharusnya diisi dengan memperbanyak ibadah,” pungkasnya. (Amr)