Sudutkota.id – Dalam aksi demonstrasi gabungan memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 6 Mei 2025, di Surabaya, Aliansi Jatim Melawan secara tegas menyatakan mosi tidak percaya terhadap DPRD Provinsi Jawa Timur.
Pernyataan tersebut merupakan respons atas sikap tidak kooperatif dan kurang serius dari DPRD selama aksi berlangsung. Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur tidak hadir untuk menemui massa aksi, sementara perwakilan dari Komisi E yang datang dinilai terlalu diplomatis dan tidak memberikan komitmen konkret terhadap tuntutan yang disampaikan.
Aksi ini diikuti oleh ratusan massa dari berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat sipil. Aliansi Jatim Melawan menghimpun kekuatan dari BEM PTNU se-Jawa Timur, BEM PTMAI se-Jawa Timur, serta BEM dari sejumlah daerah seperti Malang, Pasuruan, Surabaya, Probolinggo, Nganjuk, Sidoarjo, Tuban, Jember, Madura, dan didukung luas oleh masyarakat sipil.
Massa membawa sejumlah tuntutan krusial yang mencerminkan kegelisahan kolektif terhadap arah kebijakan pemerintah yang dianggap semakin menjauh dari kepentingan rakyat.
Dalam bidang pendidikan, mereka menyoroti komersialisasi yang menjadikan akses terhadap ilmu pengetahuan sebagai hak eksklusif bagi kelompok ekonomi atas, memperlebar jurang kesenjangan sosial. Program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), yang semestinya membantu mahasiswa kurang mampu, sering kali tidak tepat sasaran. Akses pendidikan bagi penyandang disabilitas juga dinilai masih sangat minim, menunjukkan rendahnya komitmen negara terhadap pendidikan yang inklusif dan setara.
Di sektor ketenagakerjaan, massa mendesak pencabutan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dinilai melegalkan eksploitasi buruh melalui sistem kerja fleksibel tanpa perlindungan memadai, serta ketidakpastian status kerja. Praktik outsourcing dan kontrak berkepanjangan membuat pekerja rentan diberhentikan sewaktu-waktu tanpa jaminan hak yang layak. Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal dan sepihak tanpa prosedur adil maupun kompensasi yang memadai turut menambah beban kaum buruh di tengah situasi ekonomi yang tidak stabil.
Dalam isu lingkungan hidup, aliansi mengecam maraknya tambang ilegal yang dibiarkan merusak ekosistem tanpa penegakan hukum yang tegas. Proyek eksploitasi sumber daya alam disebut terus mengorbankan ruang hidup masyarakat demi kepentingan segelintir elit.
Melalui aksi ini, Aliansi Jatim Melawan menegaskan bahwa rakyat tidak tinggal diam melihat ketimpangan yang semakin melebar. Gerakan ini merupakan suara bersama untuk menuntut keadilan sosial, ekonomi, dan ekologis.
“Kami kecewa dan marah. DPRD seharusnya menjadi wakil rakyat, bukan justru bersembunyi di balik tembok gedung megah ketika rakyat datang menyuarakan keresahan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi,” tegas Ibad, Koordinator Lapangan Aliansi Jatim Melawan.
Mosi tidak percaya ini menandai bahwa Aliansi Jatim Melawan tidak akan berhenti pada satu momentum aksi saja. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal dan menekan lembaga legislatif agar benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat.(muh)