Daerah

Alih Fungsi Sawah jadi Kolam IPAL Limbah Tahu, DLH Jombang Ngaku Memang Tak Ada Kompensasi

26
×

Alih Fungsi Sawah jadi Kolam IPAL Limbah Tahu, DLH Jombang Ngaku Memang Tak Ada Kompensasi

Share this article
Keluhan warga Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terkait sawahnya dirubah fungsi menjadi tempat penampungan IPAL limbah tahu, belum ada kejelasan.
Warga Desa Mayangan saat tunjukkan sawah milik pribadi yang digali untuk IPAL.(foto: sudutkota.id/lok)

Sudutkota.id– Keluhan warga Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terkait sawahnya dirubah fungsi menjadi tempat penampungan IPAL limbah tahu, belum ada kejelasan.

Bahkan, harapan warga untuk menerima uang kompensasi atas perubahan bentuk sawah menjadi galian tempat penampungan IPAL limbah tahu, semakin pupus.

Hal ini dikarenakan, pihak DLH Jombang menyatakan bahwa memang tidak ada kompensasi yang diberikan dari pemerintah ke pemilik sawah meski lahan mereka dipergunakan untuk tempat penampungan IPAL limbah tahu sementara.

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon seluler, Kepala DLH Jombang, Miftahul Ulum menjelaskan bahwa galian yang berbentuk mirip kolam di Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto, bukanlah proyek IPAL limbah tahu dari pemerintah kabupaten yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup, PT Perusahaan Gas Negara (PGN).

“Lokasi kolam-kolaman itu adalah lokasi upaya kedaruratan, sementara. Jadi bukan lokasi yang untuk pembangunan IPAL tahu (proyek pembangunan IPAL komunal senilai 7,7 miliar rupiah),” kata Ulum, Jum’at 19 Desember 2025.

Ia pun menjelaskan bahwa selama pembangunan proyek IPAL komunal limbah tahu, belum selesai, maka galian di sawah itu tidak akan dikembalikan seperti wujud semula.

“Jadi sebelum proyek IPAL ini belum selesai maka agar tidak terlalu membebani sungai, itu sengaja (limbah industri tahu) diendapkan dulu di situ (galian di sawah), ya nanti setelah itu (proyek rampung) baru akan dikembalikan lagi,” tuturnya.

Disinggung terkait, adanya keluhan pemilik sawah yang tidak disosialisasi dan tidak menerima kompensasi atas perubahan sawah menjadi kolam, ia mengaku bahwa dari awal pemilihan lokasi galian itu, diketahui bahwa tanah yang digali bukan milik warga setempat, melainkan milik BBWS.

Sehingga, sambung Ulum, pihak DLH melakukan koordinasi dengan BBWS di Surabaya, tanpa melibatkan warga setempat. Untuk itulah pihaknya menegaskan bahwa tidak ada kompensasi yang dikeluarkan pemerintah, mengingat tanah atau sawah itu milik dari BBWS.

“Ya memang itu gak ada ganti ruginya, karena waktu itu, kita juga ragu-ragu, apakah tanah ini milik warga atau BBWS, dan ketika saya tanyak ke Kasun situ, tanah itu (sawah yang digali jadi kolam) bukan tanahnya warga, tapi bagian dari tanahnya sungai, akhirnya kita bersurat ke BBWS, izin menggunakan tanah itu sebagai kedaruratan, sehingga tidak mencemari sungai,” tuturnya.

Dan untuk mengatasi kegaduhan di masyarakat Desa Mayangan, pihaknya akan turun ke lokasi. “Ya untuk itu nanti kita akan turun ke lapangan, ke pak Kasun setempat. Mungkin ini langkah awalnya ya, karena kita juga masih belum bisa berbuat apa-apa,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur mengeluhkan pengerukan lahan persawahan milik mereka yang digunakan untuk proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pabrik tahu.

Hingga kini, warga terdampak mengaku belum menerima ganti rugi maupun kejelasan status lahan yang telah dikeruk sejak tahun 2024.

Salah satu warga, Siti Aminah (55), mengatakan sawah miliknya dikeruk dengan ukuran sekitar 7 x 14 meter tanpa adanya pemberitahuan maupun sosialisasi sebelumnya. Pengerukan tersebut terjadi pada pertengahan 2024, namun hingga kini lahan tersebut dibiarkan begitu saja.

“Waktu itu tiba-tiba sudah dikeruk begitu saja, tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya. Sampai sekarang juga dibiarkan,” ujar Siti Aminah, Kamis 18 Desember 2025.

Sebelum dilakukan pengerukan, lahan sawah tersebut ditanami rumput gajah untuk pakan ternak. Namun, akibat adanya cekungan bekas galian proyek IPAL, lahan itu kini tidak bisa dimanfaatkan.

“Harapan saya kalau memang tidak ada ganti rugi, tanah sawah dikembalikan seperti semula,” ucapnya.

Keluhan serupa disampaikan Triwibowo (66), warga Desa Mayangan lainnya. Ia mengaku lahan persawahannya juga terdampak pengerukan proyek IPAL pabrik tahu, bahkan muncul persoalan baru terkait status kepemilikan tanah.

“Yang aneh, sebelum proyek itu berjalan, SPPT saya menyusut, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,” ungkap Triwibowo.

Menurutnya, terdapat pihak yang mengklaim lahan tersebut sebagai tanah sungai. Atas dasar itu, ia telah mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meminta pengukuran ulang sejak tahun 2024. Namun hingga kini belum ada kejelasan hasil pengukuran tersebut.

“Harapannya jelas, kalau memang itu tanah saya, ya ada ganti rugi,” tegasnya.

Sedikitnya terdapat tujuh warga Desa Mayangan yang mengalami persoalan serupa akibat proyek IPAL pabrik tahu tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *